Selasa, 29 September 2015

Rumitnya Cinta

 Rumitnya CINTA

Betapa sulitnya untuk mendefenisikan cinta. Cinta bukanlah ungkapan "aku mencintaimu" sebagaimana ungkapan lelaki "hidung belang" dan "wanita jalang" kepada pasangannya. Jika sekedar ucapan...seolah mereka juga punya cinta....

Cinta tidak harus tersalurkan lewat ungkapan para ahlu bid'ah yang mewiridkan puji-pujian kepada Nabi lewat album mereka "cinta Rasul - cinta Nabi"....dst, yang hakikatnya hanyalah sekedar cari laba dan keuntungan.

Cinta bukanlah apa yang terlahir dari lisan para penyair maupun pujangga, tidak pula berupa tembang yang disuarakan para biduan dan biduanita.

SEBAB DALAM ALAM NYATA… TERKADANG UCAPAN MEREKA BERTOLAK BELAKANG DENGAN REALITA.

Cinta terkadang tidak bersuara dan tidak bersambut sebagaimana cintanya Mughits kepada Barirah. Cinta terkadang tidak terwujud dalam mutiara kata,sebab tidak setiap orang yang jatuh cinta adalah pujangga.

Betapa kuatnya cinta Bilal kepada kekasihnya bahkan tidak sanggup lagi untuk menyuarakan cintanya dalam lantunan azan "asyhadu anna Muhammadan Rasulullah..setelah wafatnya kekasih...bahkan lebih ringan baginya kematian daripada melafazkan hal itu.

Cinta tidak selalu harus bersama dan seirama, sebagaimana cintanya Ibrahim kepada Hajar dan putranya Ismail yang berjauhan antara masjidil Haram dan Masjidil Aqsa.

Cinta itu bahkan selalu hadir dalam diam, terwujud dalam ungkapan, terpatri di dalam hati, ..WALAU TAK TERUCAP.

Cinta hakiki itu, akan melahirkan PENGORBANAN, pengabdian, keinginan untuk terus memberi yang terbaik dari apa yang dimiliki. Cinta yang selalu menuntut dari kekasih, terkadang cinta yang bercampur dengan nafsu dan kepentingan....ketika hal itu tiada,cinta itu akan beralih biduk....

Allahul musta'an A'la ma tashifun.

Senin, 21 September 2015

Jangan Khawatirkan Agama Islam

��JANGAN KHAWATIRKAN AGAMA ISLAM…

Ya.. jangan merisaukan Agama Islam, bagaimanapun usaha kaum kafirin, kaum munafikin, dan siapapun yang mengikuti jejak mereka untuk menjatuhkan dan menghinakan Islam, sungguh Islam takkan terpengaruh, Islam akan tetap terjaga dengan baik, karena Allah telah menjamin untuk menjaganya.

Allah telah berfirman (yang artinya):

“Sungguh Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Alquran), dan Kami pula yang benar-benar akan menjaganya”. [QS. Al-Hijr:9]

Sebagaimana Allah menjaga kemurnian Alquran, Allah juga akan menjaga kemurnian Islam… karena kandungan Alquran, tidak lain adalah Islam yang murni.

Kita lihat hari-hari ini, seringkali sosok yang ditokohkan merendahkan sebagian Syariat Islam, seperti: jenggot, cadar, celana di atas mata kaki, Alquran disebut kitab paling porno, teknologi zaman ini disebut lebih hebat dari mukjizat nabi, haji sebaiknya dihentikan karena pemborosan, dan statemen statemen lainnya…

Tentu kita sebagai muslim geram dengan itu semua, tapi tenanglah, sejukkan hati anda, dan yakinlah bahwa usaha mereka akan sia-sia, mereka semua akan hilang sebagaimana para pendahulunya, dan Islam akan tetap tegak berdiri di muka bumi ini.

Allah telah berfirman (yang artinya):

“Mereka ingin memadamkan ‘cahaya Allah’ dengan mulut mereka, namun Allah menolak kecuali menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang orang kafir membencinya”. [QS. Attaubah: 33].

Yang dimaksud “cahaya Allah” dalam ayat ini adalah petunjuk dan agama haq yang dibawa oleh Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam. [Tafsir Ibnu Katsir: 4/136].

Lihatlah bagaimana agungnya agama ini, agama yang dijamin Allah akan selalu hidup sempurna di muka bumi, sehingga tidak perlu kita mengkhawatirkannya lagi.

Justeru yang perlu kita takutkan adalah diri kita, sudahkah kita menerapkan agama ini dalam hidup kita, sudahkah kita peduli dengan agama kita… sungguh Islam tidak akan rugi tanpa kita, namun kita akan rugi total tanpa Islam.

Justeru mereka yang berusaha merendahkan Islam itulah yang harusnya waspada, karena tindakan mereka itu hanya merugikan dan membinasakan diri mereka sendiri, Allah ta’ala berfirman (yang artinya):

“Maka harusnya orang-orang yang menyelisihi perintah Rosul itu takut akan tertimpa bencana atau terkena adzab yang pedih”. [QS. Annur:63].

Terakhir, yang harus digaris bawahi di sini, bahwa ketika kita tidak merisaukan Islam, bukan berarti kita tidak membela dan memperjuangkan Islam… Namun, harusnya kita tetap berusaha mendakwahkan Islam, karena Allah telah memerintahkan kita untuk terus berdakwah memperjuangkan Islam…

Sepantasnya kita berusaha menjadikan diri sebagai pejuang Islam, karena kalau bukan kita, pasti Allah memilih orang lain untuk mengisinya… dan ingatlah bahwa semakin kita berjuang untuk Islam, maka semakin banyak kemuliaan yang kita dapatkan darinya, wallohu a’lam.

Semoga bermanfaat…

��Oleh Ustadz Musyaffa Ad Dariny, حفظه الله تعالى
⁠⁠⁠---

Jumat, 18 September 2015

Poligami & Kebahagiaan seorang wanita

Poligami dan Kebahagiaan Seorang Wanita

#Kebahagiaan seorang wanita bukanlah karena ia 'diesakan' atau dipoligami, tapi karena iman dan amal shalih yang ia kerjakan.

#Adapun bagi seorang lelaki maka poligami adalah kebahagiaan karena termasuk amal shalih dan solusi syar'i untuk menjaga kesucian diri dan masyarakat.
Karena poligami adalah mengamalkan perintah Allah 'azza wa jalla dalam firman-Nya,

ﻓَﺎﻧْﻜِﺤُﻮﺍ ﻣَﺎ ﻃَﺎﺏَ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِ ﻣَﺜْﻨَﻰ ﻭَﺛُﻠَﺎﺙَ ﻭَﺭُﺑَﺎﻉَ
"Maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kalian senangi, dua atau tiga atau empat." [An-Nisa: 3]
#Dan termasuk dalam sunnah Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam untuk menjaga pandangan dan kemaluan dengan menikah, sebagaima sabda beliau,

ﻳَﺎ ﻣَﻌْﺸَﺮَ ﺍﻟﺸَّﺒَﺎﺏِ ﻣَﻦِ ﺍﺳْﺘَﻄَﺎﻉَ ﻣِﻨْﻜُﻢُ ﺍﻟْﺒَﺎﺀَﺓَ ﻓَﻠْﻴَﺘَﺰَﻭَّﺝْ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﻏَﺾُّ ﻟِﻠْﺒَﺼَﺮِ ﻭَﺃَﺣْﺼَﻦُ ﻟِﻠْﻔَﺮْﺝِ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﻌَﻠَﻴْﻪِ ﺑِﺎﻟﺼَّﻮْﻡِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻪُ ﻭِﺟَﺎﺀٌ
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah ia segera menikah, karena menikah itu akan lebih menjaga pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu akan menjadi perisai baginya." [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu]

#Pada kenyataannya, berapa banyak wanita yang 'diesakan' tapi hidupnya tak bahagia, yang lebih parah lagi jika ia merasa bahagia dengan kemaksiatan.
#Berapa banyak pula kaum lelaki yang tidak berpoligami tapi tak mampu membahagiakan istrinya, tidak mendidik istrinya untuk beriman dan beramal shalih.

#Maka camkan selalu dalam hidupmu wahai wanita yang beriman, kunci kebahagiaan yang hakiki adalah iman dan amal shalih, bukan hanya kebahagiaan di dunia tapi juga kebahagiaan di akhirat, sebagaimana firman Allah ta'ala,

ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻣِﻦْ ﺫَﻛَﺮٍ ﺃَﻭْ ﺃُﻧْﺜَﻰ ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺆْﻣِﻦٌ ﻓَﻠَﻨُﺤْﻴِﻴَﻦَّﻩُ ﺣَﻴَﺎﺓً ﻃَﻴِّﺒَﺔً ﻭَﻟَﻨَﺠْﺰِﻳَﻦَّﻫُﻢْ ﺃَﺟْﺮَﻫُﻢْ ﺑِﺄَﺣْﺴَﻦِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ
“Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

Tidak jarang prahara rumah tangga dan kasus perceraian terjadi bukan karena sang suami berpoligami, bahkan tidak jarang pula terjadi karena suami 'diteror' istri karena mau poligami, akhirnya sang suami mengambil jalan pintas, jalan belakang yang haram.

Sebaliknya, sejarah mencatat bahwa keluarga terbaik, keluarga yang paling harmonis, pasangan suami istri yang paling ideal, dan sebaik-baiknya kehidupan berkeluarga untuk diteladani sepanjang masa adalah keluarga yang berpoligami, yaitu keluarga Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu'an
hum.
Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallaahu'anhuma berkata,

ﻓَﺘَﺰَﻭَّﺝْ ﻓَﺈِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻷُﻣَّﺔِ ﺃَﻛْﺜَﺮُﻫَﺎ ﻧِﺴَﺎﺀً
“Menikahlah, karena sesungguhnya sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak istrinya (yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam).” [Diriwayatkan Al-Bukhari]

Sebagaimana wanita-wanita yang paling bahagia di dunia dan akhirat adalah istri-istri Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu'anhum.
#Kuncinya adalah iman dan amal shalih, yaitu senantiasa berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, itulah yang menjadikan mereka meraih kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga.
Asy-Syaikh Al-Faqih Sulaiman Ar-Ruhaili hafizhahullah berkata,

ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻷﺯﻭﺍﺝ ﻭﺍﻟﺰﻭﺟﺎﺕ ﻟﻴﻜﻦ ﻣﺒﺪﺃﻛﻢ ﺍﻟﻌﺸﺮﺓ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺳﻌﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻭﻃﻤﺄﻧﻴﻨﺘﻪ ﻓﻮﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺴﺘﻘﺮ ﻗﻠﺐ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﻘﺮ ﺍﻟﺒﻴﺖ، ﻭﻟﻦ ﻳﺴﺘﻘﺮ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺇﻻ ﺑﺄﻥ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﺍﻷﺳﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺤﺒﺔ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﺸﺮﺓ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ
“Wahai segenap suami dan istri, jadikanlah prinsip utama kalian pergaulan yang baik serta meraih kebahagian dan ketenangan rumah tangga, karena demi Allah, tidak akan tenang hati seseorang sampai tenang rumah tangganya, dan tidak akan pernah tenang sebuah rumah tangga kecuali dengan bersatunya keluarga di atas kitab Allah ta’ala dan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, serta di atas kecintaan dan pergaulan yang baik.” [Rekaman Tanya Jawab Tafshilun Jamil fi Masalati Khidmatiz Zaujah li Zaujiha]
#Dan sebaliknya, sebab terbesar kehancuran rumah tangga dan retaknya hubungan kasih sayang adalah maksiat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam,

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﻧَﻔْﺲُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻣَﺎ ﺗَﻮَﺍﺩَّ ﺍﺛْﻨَﺎﻥِ ﻓَﻔُﺮِّﻕَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ، ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺬَﻧْﺐٍ ﻳُﺤْﺪِﺛُﻪُ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ
“Demi (Allah) yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah dua orang saling mencintai, lalu terceraikan antara keduanya, kecuali karena dosa yang dilakukan salah satunya.” [HR. Ahmad dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahih At-Targhib: 3495]

Kemudian camkan dengan baik wahai wanita yang beriman, kebahagiaan yang hakiki dan kesuksesan yang sejati bukanlah di dunia ini, tapi di negeri akhirat yang kekal, apabila kita selamat dari azab neraka dan masuk surga, sebagaimana firman Allah ta'ala,

ﻛُﻞُّ ﻧَﻔْﺲٍ ﺫَﺍﺋِﻘَﺔُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺗُﻮَﻓَّﻮْﻥَ ﺃُﺟُﻮﺭَﻛُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻓَﻤَﻦْ ﺯُﺣْﺰِﺡَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ ﻭَﺃُﺩْﺧِﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻓَﻘَﺪْ ﻓَﺎﺯَ ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَﺎﻉُ ﺍﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [Ali Imron: 185]