Kamis, 26 Juni 2014

Shalat Rawatib

Sesungguhnya diantara hikmah dan
rahmat Allah atas hambanya adalah
disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah
tambahan). Dan dijadikan pada ibadah
wajib diiringi dengan adanya at-
tathowwu’ dari jenis ibadah yang
serupa. Hal itu dikarenakan untuk
melengkapi kekurangan yang terdapat
pada ibadah wajib.
Dan sesungguhnya at-
tathowwu’ (ibadah sunnah) di dalam
ibadah sholat yang paling utama adalah
sunnah rawatib. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam senantiasa mengerjakannya
dan tidak pernah sekalipun
meninggalkannya dalam keadaan mukim
(tidak bepergian jauh).
Mengingat pentingnya ibadah ini, serta
dikerjakannya secara berulang-ulang
sebagaimana sholat fardhu, sehingga
saya (penulis) ingin menjelaskan
sebagian dari hukum-hukum sholat
rawatib secara ringkas:
1. Keutamaan Sholat Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan sebuah hadits tentang
keutamaan sholat sunnah rawatib, dia
berkata: saya mendengar Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Barangsiapa yang sholat dua belas
rakaat pada siang dan malam, maka
akan dibangunkan baginya rumah di
surga “. Ummu Habibah berkata: saya
tidak pernah meninggalkan sholat
sunnah rawatib semenjak mendengar
hadits tersebut. ‘Anbasah berkata:
Maka saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar
hadits tersebut dari Ummu Habibah.
‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak
pernah meninggalkannya setelah
mendengar hadits tersebut dari
‘Ansabah. An-Nu’am bin Salim berkata:
Saya tidak pernah meninggalkannya
setelah mendengar hadits tersebut dari
‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan sebuah hadits tentang
sholat sunnah rawatib sebelum
(qobliyah) shubuh, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “ Dua
rakaat sebelum shubuh lebih baik dari
dunia dan seisinya “. Dalam riwayat
yang lain, “ Dua raka’at sebelum shubuh
lebih aku cintai daripada dunia
seisinya ” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini
merupakan yang paling utama di antara
sholat sunnah rawatib dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
meninggalkannya baik ketika mukim
(tidak berpegian) maupun dalam
keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan tentang keutamaan
rawatib dzuhur, dia berkata: saya
mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang
menjaga (sholat) empat rakaat sebelum
dzuhur dan empat rakaat sesudahnya,
Allah haramkan baginya api neraka“.
(HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269,
At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814,
Ibnu Majah no. 1160)
2. Jumlah Sholat Sunnah Rawatib
Hadits Ummu Habibah di atas
menjelaskan bahwa jumlah sholat
rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan
hadits 12 rakaat ini diriwayatkan oleh
At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari
‘Aisyah radiyallahu ‘anha , ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “ Barangsiapa yang tidak
meninggalkan dua belas (12) rakaat
pada sholat sunnah rawatib, maka Allah
akan bangunkan baginya rumah di
surga, (yaitu): empat rakaat sebelum
dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya,
dan dua rakaat sesudah maghrib, dan
dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua
rakaat sebelum subuh “. (HR. At-
Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
3. Surat yang Dibaca pada Sholat
Rawatib Qobliyah Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ,
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah
sebelum subuh membaca surat Al
Kaafirun ( ﻗﻞ ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ ) dan surat Al
Ikhlas ( ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺣﺪ ) .” (HR. Muslim no.
726)
Dan dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya
Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pada sholat sunnah
sebelum subuh dirakaat pertamanya
membaca: ( ﻗﻮﻟﻮﺍ ﺁﻣﻨﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺇﻟﻴﻨﺎ ) (QS.
Al-Baqarah: 136), dan dirakaat
keduanya membaca: ( ﺁﻣﻨﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﺷﻬﺪ ﺑﺄﻧﺎ
ﻣﺴﻠﻤﻮﻥ ) (QS. Ali Imron: 52). (HR. Muslim
no. 727)
4. Surat yang Dibaca pada Sholat
Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha , dia
berkata: Saya sering mendengar
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam
ketika beliau membaca surat pada sholat
sunnah sesudah maghrib:” surat Al
Kafirun ( ﻗﻞ ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ ) dan surat Al
Ikhlas ( ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺣﺪ ) . (HR. At-Tarmidzi
no. 431, berkata Al-Albani: derajat
hadits ini hasan shohih, Ibnu Majah no.
1166)
5. Apakah Sholat Rawatib 4 Rakaat
Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan
Sekali Salam atau Dua Kali Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Sunnah Rawatib
terdapat di dalamnya salam, seseorang
yang sholat rawatib empat rakaat maka
dengan dua salam bukan satu salam,
karena sesungguhnya nabi bersabda:
“Sholat (sunnah) di waktu malam dan
siang dikerjakan dua rakaat salam dua
rakaat salam”. ( Majmu’ Fatawa As-
Syaikh Al-Utsaimin 14/288)
6. Apakah Pada Sholat Ashar Terdapat
Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata, “Tidak ada
sunnah rawatib sebelum dan sesudah
sholat ashar, namun disunnahkan sholat
mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
7. Sholat Rawatib Qobliyah Jum’at
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz
rahimahullah berkata: “Tidak ada
sunnah rawatib sebelum sholat jum’at
berdasarkan pendapat yang terkuat di
antara dua pendapat ulama’. Akan
tetapi disyari’atkan bagi kaum muslimin
yang masuk masjid agar mengerjakan
sholat beberapa rakaat
semampunya” ( Majmu’ Fatawa As-
Syaikh Bin Baz 12/386&387)
8. Sholat Rawatib Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Apabila seseorang di
antara kalian mengerjakan sholat
jum’at, maka sholatlah sesudahnya
empat rakaat “. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah
berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at,
maka terdapat sunnah rawatib
sekurang-kurangnya dua rakaat dan
maksimum empat rakaat” ( Majmu’
Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
9. Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
“Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam
didalam safar senantiasa mengerjakan
sholat sunnah rawatib sebelum shubuh
dan sholat sunnah witir dikarenakan dua
sholat sunnah ini merupakan yang paling
utama di antara sholat sunnah, dan
tidak ada riwayat bahwasannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengerjakan sholat sunnah selain
keduanya”. ( Zaadul Ma’ad 1/315).
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah
berkata: “Disyariatkan ketika safar
meninggalkan sholat rawatib kecuali
sholat witir dan rawatib sebelum subuh”.
( Majmu’ Fatawa 11/390).
10. Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “ Lakukanlah di
rumah-rumah kalian dari sholat-sholat
dan jangan jadikan rumah kalian bagai
kuburan“. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim
no. 777)
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Sudah
seyogyanya bagi seseorang untuk
mengerjakan sholat rawatib di
rumahnya…. meskipun di Mekkah dan
Madinah sekalipun maka lebih utama
dikerjakan dirumah dari pada di masjid
Al-Haram maupun masjid An-Nabawi;
karena saat Nabi shallallahu a’alihi
wasallam bersabda sementara beliau
berada di Madinah….. Ironisnya manusia
sekarang lebih mengutamakan
melakukan sholat sunnah rawatib di
masjidil haram, dan ini termasuk bagian
dari kebodohan”. ( Syarh Riyadhus
Sholihin , 3/295)
11. Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah
rawatib qobliyah maka waktunya dimulai
dari masuknya waktu sholat fardhu
hingga sholat fardhu dikerjakan, dan
sholat rawatib ba’diyah maka waktunya
dimulai dari selesainya sholat fardhu
hingga berakhirnya waktu sholat fardhu
tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
12. Mengganti (mengqodho’) Sholat
Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang lupa akan
sholatnya maka sholatlah ketika dia
ingat, tidak ada tebusan kecuali hal
itu“. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no.
680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata: “Dan hadits ini
meliputi sholat fardhu, sholat malam,
witir, dan sunnah rawatib”. ( Majmu’
Fatawa Ibnu Taimiyah, 23/90)
13. Mengqodho’ Sholat Rawatib Di Waktu
yang Terlarang
Ibnu Qoyyim berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam meng- qodho’
sholat ba’diyah dzuhur setelah ashar,
dan terkadang melakukannya terus-
menerus, karena apabila beliau
melakukan amalan selalu
melanggengkannya. Hukum mengqodho’
diwaktu-waktu terlarang bersifat umum
bagi nabi dan umatnya, adapun
dilakukan terus-menerus pada waktu
terlarang merupakan kekhususan nabi”.
( Zaadul Ma’ad 1/308)
14. Waktu Mengqodho’ Sholat Rawatib
Sebelum Subuh
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “ Barangsiapa yang
belum mengerjakan dua rakaat sebelum
sholat subuh, maka sholatlah setelah
matahari terbit“. (At-Tirmdzi 423, dan
dishahihkan oleh Al-albani)
Dan dari Muhammad bin Ibrahim dari
kakeknya Qois, berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam keluar rumah
mendatangi sholat kemudian qomat
ditegakkan dan sholat subuh dikerjakan
hingga selesai, kemudian Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berpaling menghadap
ma’mum, maka beliau mendapati saya
sedang mengerjakan sholat, lalu
bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah
ada sholat subuh dua kali? “. Maka saya
berkata: Wahai rasulullah sungguh saya
belum mengerjakan sholat sebelum
subuh, Tasulullah bersabda: “ Maka tidak
mengapa “. (HR. At-Tirmidzi). Adapun
pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
diam (terhadap yang dilakukan Qois)”.
(HR. At-tirmidzi no. 422, Abu Dawud no.
1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim
rahimahullah berkata: “Barangsiapa
yang masuk masjid mendapatkan
jama’ah sedang sholat subuh, maka
sholatlah bersama mereka. Baginya
dapat mengerjakan sholat dua rakaat
sebelum subuh setelah selesai sholat
subuh, tetapi yang lebih utama adalah
mengakhirkan sampai matahari naik
setinggi tombak” ( Majmu’ Fatawa As-
Syaikh Muhammad bin Ibrahim 2/259
dan 260)
15. Jika Sholat Subuh Bersama Jama’ah
Terlewatkan, Apakah Mengerjakan
Sholat Rawatib Terlebih Dahulu atau
Sholat Subuh?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Sholat rawatib
didahulukan atas sholat fardhu (subuh),
karena sholat rawatib qobliyah subuh itu
sebelum sholat subuh, meskipun orang-
orang telah keluar selesai sholat
berjama’ah dari masjid” (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsatimin 14/298)
16. Pengurutan Ketika Mengqodho’
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata: “Apabila didalam sholat itu
terdapat rawatib qobliyah dan
ba’diyah, dan sholat rawatib
qobliyahnya terlewatkan, maka yang
dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah
kemudian qobliyah, contoh: Seseorang
masuk masjid yang belum mengerjakan
sholat rawatib qobliyah mendapati imam
sedang mengerjakan sholat dzuhur,
maka apabila sholat dzuhur telah selesai,
yang pertamakali dikerjakan adalah
sholat rawatib ba’diyah dua rakaat,
kemudian empat rakaat qobliyah”.
( Syarh Riyadhus Sholihin , 3/283)
17. Mengqodho’ Sholat Rawatib yang
Banyak Terlewatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata: “Diperbolehkan
mengqodho’ sholat rawatib dan
selainnya, karena merupakan sholat
sunnah yang sangat dianjurkan
( muakkadah)… kemudian jika sholat
yang terlewatkan sangat banyak, maka
yang utama adalah mencukupkan diri
mengerjakan yang wajib (fardhu),
karena mendahulukan untuk
menghilangkan dosa adalah perkara
yang utama, sebagaimana “Ketika
Rasulullah mengerjakan empat sholat
fardhu yang tertinggal pada perang
Khondaq, beliau mengqodho’nya secara
berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat
bahwasannya Rasulullah mengerjakan
sholat rawatib diantara sholat-sholat
fardhu tersebut.…. Dan jika hanya satu
atau dua sholat yang terlewatkan, maka
yang utama adalah mengerjakan
semuanya sebagaimana perbuatan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pada saat
sholat subuh terlewatkan, maka beliau
mengqodho’nya bersama sholat
rawatib”. ( Syarh Al-’Umdah , hal. 238)
18. Menggabungkan Sholat-sholat
Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah
Wudhu’
As-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di
rahimahullah berkata: “Apabila
seseorang masuk masjid diwaktu sholat
rawatib, maka ia bisa mengerjakan
sholat dua rakaat dengan niat sholat
rawatib dan tahiyatul masjid, dengan
demikian tertunailah dengan
mendapatkan keutamaan keduanya. Dan
demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa
digabungkan dengan keduanya (sholat
rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari
keduanya”. ( Al-Qawaid Wal-Ushul Al-
Jami’ah , hal. 75)
19. Menggabungkan Sholat Sebelum
Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu
Dhuha
As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Seseorang yang
sholat qobliyah subuhnya terlewatkan
sampai matahari terbit, dan waktu
sholat dhuha tiba. Maka pada keadaan
ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung
sebagai sholat dhuha, dan sholat dhuha
juga tidak terhitung sebagai sholat
rawatib subuh, dan tidak boleh juga
menggabungkan keduanya dalam satu
niat. Karena sholat dhuha itu tersendiri
dan sholat rawatib subuh pun juga
demikian, sehingga tidaklah salah satu
dari keduanya terhitung (dianggap)
sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-
Utsaimin, 20/13)
20. Menggabungkan Sholat Rawatib
dengan Sholat Istikharah
Dari Jabir bin Abdullah radiyallahu
‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengajarkan kami
sholat istikhorah ketika menghadapi
permasalahan sebagaimana
mengajarkan kami surat-surat dari Al-
Qur’an”, kemudian beliau bersabda:
“ Apabila seseorang dari kalian
mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat
fardhu… ” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah
berkata: “Jika seseorang berniat sholat
rawatib tertentu digabungkan dengan
sholat istikhorah maka terhitung
sebagai pahala (boleh), tetapi berbeda
jika tidak diniatkan”. ( Fathul Bari
11/189)
21. Sholat Rawatib Ketika Iqomah Sholat
Fardhu Telah Dikumandangkan
Dari Abu Huroiroh radiyallahu ‘anhu ,
dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Apabila iqomah sholat telah
ditegakkan maka tidak ada sholat
kecuali sholat fardhu “. (HR. Muslim bi
As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi berkata: “Hadits ini
terdapat larangan yang jelas dari
mengerjakan sholat sunnah setelah
iqomah sholat dikumandangkan sekalipun
sholat rawatib seperti rawatib subuh,
dzuhur, ashar dan selainnya” ( Al-
Majmu’ 3/378)
22. Memutus Sholat Rawatib Ketika
Sholat Fardhu ditegakkan
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahullah berkata: “Apabila sholat
telah ditegakkan dan ada sebagian
jama’ah sedang melaksanakan sholat
tahiyatul masjid atau sholat rawatib,
maka disyari’atkan baginya untuk
memutus sholatnya dan mempersiapkan
diri untuk melaksanakan sholat fardhu,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam: “Apabila iqomah sholat
telah ditegakkan maka tidak ada sholat
kecuali sholat fardhu.. “, akan tetapi
seandainya sholat telah ditegakkan dan
seseorang sedang berada pada posisi
rukuk dirakaat yang kedua, maka tidak
ada halangan bagi dia untuk
menyelesaikan sholatnya. Karena
sholatnya segera berakhir pada saat
sholat fardhu baru terlaksana kurang
dari satu rakaat”. (Majmu’ Fatawa
11/392 dan 393)
23. Apabila Mengetahui Sholat Fardhu
Akan Segera Ditegakkan, Apakah
Disyari’atkan Mengerjakan Sholat
Rawatib?
As-Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata: “Sudah seharusnya (mengenai
hal ini) dikatakan: “Sesungguhnya tidak
dianjurkan mengerjakan sholat rawatib
diatas keyakinan yang kuat
bahwasannya sholat fardhu akan
terlewatkan dengan mengerjakannya.
Bahkan meninggalkannya (sholat
rawatib) karena mengetahui akan
ditegakkan sholat bersama imam dan
menjawab adzan (iqomah) adalah
perkara yang disyari’atkan. Karena
menjaga sholat fardhu dengan waktu-
waktunya lebih utama daripada sholat
sunnah rawatib yang bisa dimungkinkan
untuk diqodho’”. (Syarh Al-’Umdah , hal.
609)
24. Mengangkat Kedua Tangan Untuk
Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat
Rawatib
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib:
Saya tidak mengetahui adanya
larangan dari mengangkat kedua
tangan setelah mengerjakannya untuk
berdo’a, dikarenakan beramal dengan
keumuman dalil (akan disyari’atkan
mengangkat tangan ketika berdo’a).
Akan tetapi lebih utama untuk tidak
melakukannya terus-menerus dalam hal
itu (mengangkat tangan), karena
tidaklah ada riwayat yang menyebutkan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya
beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang
dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh
perkataan-perkataan dan perbuatan-
perbuatan rasulullah baik ketika safar
maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabat radiyallahu ‘anhum
tersampaikan”. (Arkanul Islam, hal. 171)
25. Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat
Fardhu DiJama’?
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
“Sholat rawatib dikerjakan setelah
kedua sholat fardhu dijama’ dan tidak
boleh dilakukan di antara keduanya.
Dan demikian juga sholat rawatib
qobliyah dzuhur dikerjakan sebelum
kedua sholat fardhu dijama’”. (Shahih
Muslim Bi Syarh An-Nawaw i, 9/31)
26. Apakah Mengerjakan Sholat Rawatib
Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah
dan Fatwa Saudi: “Disyariatkan bagi
kaum muslimin jika mendapatkan nasihat
(kultum) setelah sholat fardhu
hendaknya mendengarkannya, kemudian
setelahnya ia mengerjakan sholat
rawatib seperti ba’diyah dzuhur,
maghbrib dan ‘isya” (Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah LilBuhuts Al-’Alamiyah Wal-
Ifta’ , 7/234)
27. Mendahulukan Menyempurnakan
Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu
Sebelum Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh Abdullah bin Jibrin
rahimahullah ditanya: “Apabila saya
mengerjakan sholat jenazah setelah
maghrib, apakah saya langsung
mengerjakan sholat rawatib setelah
selesai sholat jenazah ataukah
menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian
sholat rawatib?
Jawaban beliau rahimahullah : “Yang
lebih utama adalah duduk untuk
menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian
menunaikan sholat rawatib. Maka
perkara ini disyariatkan baik ada atau
tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-
dzikir yang ada setelah sholat fardhu
merupakan sunnah yang selayaknya
untuk dijaga dan tidak sepantasnya
ditinggalkan. Maka jika anda memutus
dzikir tersebut karena menunaikan
sholat jenazah, maka setelah itu
hendaknya menyempurnakan dzikirnya
ditempat anda berada, kemudian
mengerjakan sholat rawatib yaitu sholat
ba’diyah. Hal ini mencakup rawatib
ba’diyah dzuhur, maghrib maupun ‘isya
dengan mengakhirkan sholat rawatib
setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii
Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin , hal.
471)
28. Tersibukkan Dengan Memuliakan
Tamu Dari Meninggalkan Sholat Rawatib
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Pada dasarnya
seseorang terkadang mengerjakan amal
yang kurang afdhol (utama) kemudian
melakukan yang lebih afdhol (yang
semestinya didahulukan) dengan adanya
sebab. Maka seandainya seseorang
tersibukkan dengan memuliakan tamu di
saat adanya sholat rawatib, maka
memuliakan tamu didahulukan daripada
mengerjakan sholat rawatib”. (Majmu’
Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Sholih
Al-Utsaimin 16/176)
29. Sholatnya Seorang Pekerja Setelah
Sholat Fardhu dengan Rawatib Maupun
Sholat Sunnah lainnya.
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin
rahimahullah berkata: “Adapun sholat
sunnah setelah sholat fardhu yang
bukan rawatib maka tidak boleh. Karena
waktu yang digunakan saat itu
merupakan bagian dari waktu kerja
semisal aqad menyewa dan pekerjaan
lain. Adapun melakukan sholat rawatib
(ba’da sholat fardhu), maka tidak
mengapa. Karena itu merupakan hal
yang biasa dilakukan dan masih
dimaklumi (dibolehkan) oleh atasannya”.
30. Apakah Meninggalkan Sholat
Rawatib Termasuk Bentuk Kefasikan?
As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz
rahimahullah berkata: “Perkataan
sebagian ulama’: (Sesungguhnya
meninggalkan sholat rawatib termasuk
fasiq), merupakan perkataan yang
kurang baik, bahkan tidak benar.
Karena sholat rawatib itu adalah
nafilah (sunnah). Maka barangsiapa
yang menjaga sholat fardhu dan
meninggalkan maksiat tidaklah
dikatakan fasik bahkan dia adalah
seorang mukmin yang baik lagi adil. Dan
demikian juga sebagian perkataan
fuqoha’: (Sesungguhnya menjaga sholat
rawatib merupakan bagian dari syarat
adil dalam persaksian), maka ini adalah
perkataan yang lemah. Karena setiap
orang yang menjaga sholat fardhu dan
meninggalkan maksiat maka ia adalah
orang yang adil lagi tsiqoh. Akantetapi
dari sifat seorang mukmin yang
sempurna selayaknya bersegera
(bersemangat) untuk mengerjakan
sholat rawatib dan perkara-perkara
baik lainnya yang sangat banyak dan
berlomba-lomba untuk
mengerjakannya”. (Majmu’ Fatawa
11/382)
(Yang dimaksud adalah artikel tersebut:
http://fdawj.atspace.org/awwb/
th2/14.htm (pen.))
Faedah:
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata:
“Terdapat kumpulan sholat-sholat dari
tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam sehari semalam sebanyak 40
rakaat, yaitu dengan menjaga 17
rakaat dari sholat fardhu, 10 rakaat
atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11
rakaat atau 13 rakaat sholat malam,
maka keseluruhannya adalah 40 rakaat.
Adapun tambahan sholat selain yang
tersebutkan bukanlah sholat
rawatib…..maka sudah seharusnyalah
bagi seorang hamba untuk senantiasa
menegakkan terus-menerus tuntunan ini
selamanya hingga menjumpai ajal
(maut). Sehingga adakah yang lebih
cepat terkabulkannya do’a dan
tersegeranya dibukakan pintu bagi
orang yang mengetuk sehari semalam
sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat
meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad
1/327)
Lembaran singkat ini saya ringkas dari
sebuah buku yang saya tulis sendiri
berjudul “Hukum-hukum Sholat Sunnah
Rawatib”.
Dan sholawat serta salam kepada nabi
kita muhammad shallalllahu ‘alaihi
wasallam dan keluarganya serta para
sahabatnya. Amiin
Ummul Hamaam, 1 Ramadhan 1431 H

Penulis: As-Syaikh Abdullah bin Za’li
Al-’Anziy
Sumber: Buletin Darul Qosim (www.dar-
alqassem.com )
Penerjemah: Abu Ahmad Meilana
Dharma Putra
Muroja’ah: Al-Ustadz Abu Raihana, MA.
Artikel www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar