Selasa, 21 Oktober 2014

Keutamaan Cinta Akhirat & Zuhud Dalam Kehidupan Dunia

Keutamaan Cinta Akhirat Dan Zuhud
Dalam Kehidupan Dunia
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu
beliau berkata: Kami mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
(( ﻣَﻦْ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻫَﻤَّﻪُ ﻓَﺮَّﻕ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻣﺮَﻩُ ﻭﺟَﻌَﻞَ ﻓَﻘْﺮَﻩُ
ﺑﻴﻦ ﻋﻴﻨﻴﻪ ﻭﻟﻢ ﻳَﺄْﺗِﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺇﻻ ﻣﺎ ﻛُﺘِﺐَ ﻟﻪ، ﻭﻣﻦ ﻛﺎﻧﺖ
ﺍﻵﺧﺮﺓُ ﻧِﻴَّﺘَﻪُ ﺟَﻤَﻊَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟﻪ ﺃَﻣْﺮَﻩُ ﻭﺟَﻌَﻞَ ﻏِﻨﺎﻩ ﻓﻲ ﻗَﻠْﺒِﻪ ﻭﺃَﺗَﺘْﻪُ
ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻫِﻲَ ﺭﺍﻏِﻤَﺔٌ
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia
tujuan utamanya maka Allah akan
mencerai-beraikan urusannya dan
menjadikan kemiskinan/tidak pernah
merasa cukup (selalu ada) di
hadapannya, padahal dia tidak akan
mendapatkan (harta benda) duniawi
melebihi dari apa yang Allah tetapkan
baginya. Dan barangsiapa yang
(menjadikan) akhirat niat (tujuan
utama)nya maka Allah akan
menghimpunkan urusannya, menjadikan
kekayaan/selalu merasa cukup (ada)
dalam hatinya, dan (harta benda)
duniawi datang kepadanya dalam
keadaan rendah (tidak bernilai di
hadapannya)“[1].
Hadits yang mulia ini menunjukkan
keutamaan cinta kepada akhirat dan
zuhud dalam kehidupan dunia, serta
celaan dan ancaman besar bagi orang
yang terlalu berambisi mengejar harta
benda duniawi[2].
Beberapa faidah penting yang
terkandung dalam hadits ini:
– Orang yang cinta kepada akhirat akan
memperoleh rezki yang telah Allah
tetapkan baginya di dunia tanpa
bersusah payah, berbeda dengan orang
yang terlalu berambisi mengejar dunia,
dia akan memperolehnya dengan susah
payah lahir dan batin[3]. Salah seorang
ulama salaf berkata, “Barangsiapa yang
mencintai dunia (secara berlebihan)
maka hendaknya dia mempersiapkan
dirinya untuk menanggung berbagai
macam musibah (penderitaan)“[4].
– Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
berkata[5], “Orang yang mencintai dunia
(secara berlebihan) tidak akan lepas dari
tiga (macam penderitaan): Kekalutan
(pikiran) yang selalu menyertainya,
kepayahan yang tiada henti, dan
penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini
dikarenakan orang yang mencintai dunia
(secara berlebihan) jika telah
mendapatkan sebagian dari (harta
benda) duniawi maka nafsunya (tidak
pernah puas dan) terus berambisi
mengejar yang lebih daripada itu,
sebagaimana dalam hadits yang shahih
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Seandainya seorang manusia
memiliki dua lembah (yang berisi) harta
(emas) maka dia pasti (berambisi)
mencari lembah harta yang ketiga“[6].
– Kekayaan yang hakiki adalah
kekakayaan dalam hati/jiwa. Rasululah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukanlah kekayaan itu dengan
banyaknya harta benda, tetapi kekayaan
(yang hakiki) adalah kekayaan (dalam)
jiwa“[7].
– Kebahagiaan hidup dan keberuntungan
di dunia dan akhirat hanyalah bagi
orang yang cinta kepada Allah dan hari
akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh sangat beruntung seorang
yang masuk Islam, kemudian
mendapatkan rizki yang secukupnya dan
Allah menganugrahkan kepadanya sifat
qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan
rezki yang Allah Ta’ala berikan
kepadanya”[8].
– Sifat yang mulia ini dimiliki dengan
sempurna oleh para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah
yang menjadikan mereka lebih utama dan
mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan
generasi yang datang setelah mereka.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Kalian lebih banyak berpuasa,
(mengerjakan) shalat, dan lebih
bersungguh-sungguh (dalam beribadah)
dibandingkan para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka
lebih baik (lebih utama di sisi Allah
Ta’ala) daripada kalian”. Ada yang
bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai
Abu Abdirrahman? Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkata: “Karena
mereka lebih zuhud dalam (kehidupan)
dunia dan lebih cinta kepada akhirat”[9].
ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﺎﺭﻙ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ
ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ، ﻭﺁﺧﺮ ﺩﻋﻮﺍﻧﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
Kota Kendari, 27 Syawaal 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-
Buthon, MA
Artikel www.muslim.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar