Kamis, 15 Mei 2014

Sekuntum Surat Untuk Kawanku

Syukur dan tahmid terbingkai indah
dalam sanjungan hamba untuk Dzat
Yang Maha Pemurah. Dia-lah, dengan
taufik dan hikmah-Nya, yang
memilihkan derajat tinggi untuk hamba
atau hina berkepanjangan.
Shalawat serta salam terangkai
elok dalam do’a hamba kepada baginda
agung, Muhammad bin Abdillah . Beliau
lah, dengan penuh kasih dan sayang,
yang telah mengarahkan jalan-jalan
mudah menuju keabadian surga.
Kawan…
            Lama sudah rasanya kita tidak
berjumpa. Ada rindu yang mengejar
sebenarnya, jika sekian waktu
berpisah. Sebab, engkau adalah kawan
dekatku. Karena, kita pernah berjalan
dan hidup bersahabat.
Namun, itu dahulu kala…
Saat kita masih disatukan oleh
majelis ilmu. Saat semangatku dan
semangatmu dalam thalabul ilmi bagai
banjir bandang yang tak terbendung.
Ya, momen-momen indah kita dalam
suka duka belajar agama.
Kawan…
            Masihkah teringat olehmu ?
Saat orangtua kita telihat marah
karena cara berpakaian kita yang
berubah. Apalagi ketika kita mulai
senang dan gemar menilai segala
sesuatu dengan pandangan agama ?
Dan, orangtua kita pun
akhirnya memaklumi. Sebab, kita masih
berdarah muda. Suka dengan hal-hal
baru dan menantang.
Masihkah pula engkau
teringat ? Saat nama-nama kita
dipanggil dalam sebuah dewan guru.
Karena kita terlambat masuk kelas
demi menegakkan shalat dzuhur
berjama’ah ?
Dan, akhirnya kita pun menang.
Sebab, sebagian guru pun mendukung.
Sekali lagi, sebab kita masih muda.
Semangat dan sikap idealis kita begitu
tinggi.
Kawan…
            Masihkah engkau seperti yang
dulu ? Bersemangat membara untuk
fokus belajar ilmu-ilmu agama ?
Kawan…
            Engkau begitu cerdas. Daripada
menghafal rumus dan aksioma dalam
ilmu matematika, apakah tidak
sebaiknya engkau menghafal ayat-
ayat suci Al-Qur’an ? Aku yakin
engkau pasti mampu menjadi seorang
penghafal Al-Qur’an.
            Engkau sungguh pintar.
Daripada menghafal nama-nama latin
tumbuhan lengkap dengan ordo dan
familinya, apakah tidak sebaiknya
engkau menghafal hadits-hadits
Nabi lengkap dengan sanadnya ? Aku
yakin engkau pasti bisa menjadi
seorang penghafal hadits.
Engkau benar-benar pandai.
Daripada engkau menghafal
vocabulary dan rumus-rumus tense
dalam Bahasa Inggris, apakah tidak
sebaiknya engkau menghafal mufradat
Bahasa Arab dan menguasai tata
Bahasa Arab ? Aku yakin engkau
dapat menjadi seorang ahli nahwu dan
sharaf.
            Engkau memiliki kekuatan
mengingat yang tinggi. Daripada
engkau menghafal tahun dan peristiwa
yang terjadi dalam lintasan sejarah
romawi dan daratan eropa, apakah
tidak sebaiknya engkau menghafal
tahun dan peristiwa yang terjadi
dalam sejarah kehidupan Nabi ? Aku
yakin engkau mampu menjadi seorang
ahli tentang sejarah islam.
Kawan…
            Dengan kemampuan,
kecerdasan, dan kemauan juga tentu
dengan pertolongan dari Allah , aku
yakin engkau bisa menjadi seorang
pembimbing agama.
Namun…
Di mana engkau sekarang ?
Kemana engkau pergi ?
Apalagi yang sedang engkau kejar ?
Kawan…
            Sedih rasanya saat mendengar
tentangmu kini. Cahaya ilmu di
wajahmu telah tertukar dengan
gelapnya dosa. Sujud dan rukukmu
yang lalu telah berubah menjadi
langkah-langkah cela. Do’a dan
dzikirmu telah berganti nada dan
lagu.
Engkau bukan yang dahulu lagi.
Kawan…
            Sekuntum surat ini aku
rangkaikan untukmu. Moga-moga
engkau teringat kembali akan tekad
dan cita-citamu untuk menjadi
seorang ulama’, penerang umat
manusia.
Sungguh, do’aku selalu ada untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar